Oleh : Teguh Iman Affandi
Andrea Schierbaum, Staf Ahli Anggota Parlemen Uni Eropa, saat berdialog dengan Kaoem Telapak dan jaringannya secara virtual pada 20 Juni 2022, menyebut mulai ada kesadaran bersama dalam Parlemen Uni Eropa untuk menyertakan hak masyarakat adat dalam proposal EUDDR.

Foto : Andi Lekto
“Inklusi terhadap hak masyarakat adat dan komunitas lokal menjadi perhatian besar dalam Parlemen Uni Eropa,” kata Andrea. Lebih lanjut dia menjelaskan, inklusi ini utamanya terkait prior consent atau permohonan izin sebelum membuka lahan untuk produksi enam komoditas yang akan diatur, salah satunya adalah komoditas minyak sawit.
Kemudian Andrea pun mengakui bahwa dalam rancangan EUDDR, hanya menyebut tentang hukum nasional sebagai kriteria memenuhi persyaratan EUDDR, “Standar Internasional terkait masyarakat adat harus disertakan dalam mengevaluasi komoditas yang diperjual-belikan itu berasal dari aktivitas deforestasi atau tidak,” katanya.
Perkembangan terbaru, Andrea menjelaskan, proposal EUDDR masih dalam tahap pembahasan. Ada satu klausul yang dimasukkan untuk menjamin hak masyarakat adat terutama dibagian pemetaan resiko. “Di bagian risk management operator harus melihat secara menyeluruh apakah produk yang mereka beli berkontribusi pada pelanggaran hak masyarakat adat,” ungkap Andrea.

Staf Ahli Anggota Parlemen Uni Eropa
Sebelumnya, pada November 2021, Uni Eropa merilis satu rancangan undang undang yang diberi nama Europe Union Due Diligence Regulation (EUDDR). Uni Eropa membuat aturan ini sebagai upaya menekan laju deforestasi dan degradasi lingkungan. Aturan ini akan mengawasi enam komoditas, yakni; cokelat, kopi, daging sapi, kedelai, kayu, dan sawit. Komoditas yang dinilai berkontribusi pada aktivitas pembalakan liar dan pengrusakan lingkungan akan ditolak masuk pasar Uni Eropa.
Merespon rancangan aturan ini, pada 22 April 2022, Kaoem Telapak bersama jaringan masyarakat sipil di Indonesia merilis pernyataan bersama yang salah satu poin utama mengenai compliance of legality atau pemenuhan legalitas yang dinilai ada kesenjangan terkait standar hukum. Kaoem Telapak beserta jaringan masyarakat sipil meminta agar Uni Eropa juga memasukkan instrument internasional dalam menentukan standar legalitasnya, di antaranya adalah Deklarasi PBB Tentang Hak Masyarakat Adat.