
Darmin Nasution, Menko Perekonomian 2015 – 2019
Oleh : Teguh Iman Affandi
Selasa, 10 September 2019, detik.com melansir pernyataan Menteri Kordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, yang menggulirkan wacana untuk merelaksasi penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut beralasan, relaksi penerapan SVLK bertujuan untuk menggenjot nilai ekspor pada sektor permebelan, rotan, dan produk kayu. Wacana ini digulirkan setelah dia membaca laporan Band Dunia yang menyebut potensi produk tersebut belum digarap secara maksimal.
Oleh Sebab itu, Menteri Darmin Nasution berencana untuk melonggarkan penerapan SVLK pada industri produk kayu yang diekspor ke negara-negara yang tidak mempunyai aturan mengenai legalitas kayu. Namun bila negara tujuan ekspor punya aturan, maka kewajiban SVLK tetap harus dipenuhi.
“Padahal yang wajibkan EU, Kanada, Australia, dan Inggris. Di luar AS tidak ada SVLK. Jadi, usulan mereka yang wajib sajalah. Masuk akal sekali memang. Namun, harus ditinjau peremndag,” ungkapnya.
Merespon wacana tersebut, Mardi Minangsari, Anggota Board Kaoem Telapak mengingatkan bahwa Indonesia merupakan pelopor di dunia dalam keberhasilannya mereformasi sektor kehutanan dan perkayuan.
“Dari yang tadinya dikenal sebagai negara dengan tingkat pembalakan liar tertinggi, nyaris 80% dari total kayu yang diproduksi berasal dari sumber-sumber illegal, menjadi negara pertama di dunia yang mendapatkan lisensi Forest Law Enforcement Government and Trade (FLEGT – red) dari Uni Eropa,” kata Minangsari seperti dilansir dari bisnis.com.
Minangsari pun menyebut, sejak penerapan SVLK dan dapat pengakuan dari Uni Eropa, nilai ekspor untuk produk kayu beserta komoditas turunannya jadi meningkat, dari senilai 10 miliar US dollar di 2017 ke 12 miliar US dollar pada 2018.
Senada dengan Minangsari, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), Dwi Sudharto, menyatakan dalam sepuluh tahun, SVLK bisa menghapus stigma negatif Indonesia di mata dunia yang dianggap sebagai negeri pembalak liar dan tidak menjaga keberlanjutan hutan. Bagi Sudharto, mereka yang meminta SVLK hanya diterapkan bagi produk yang dikirim ke Uni Eropa, Inggris, Kanada, dan Australia adalah pengusaha yang tidak mau ikut aturan.
“Harusnya ditanya ada apa dengan dia, bukan SVLK-nya yang dikerdilkan. Kita sedih loh, ironis. Kita mau tertib, dunia mengacu ke kita kok, malah kita mengkerdilkan diri,” ungkapnya.