
Abu Meridian
Sumber : jpikcelebes.or.id
Oleh : Teguh Iman Affandi
Pembalakan liar masih menjadi masalah di Indonesia meskipun aturan Sistem Verifikasi Kayu (SVLK) sudah hampir satu dekade diterapkan. Dalam penerapannya, masih ditemukan sejumlah celah dan tantangan , baik untuk pemerintah, swasta, maupun masyarakat sipil.
Seperti dilansir dari laman jpikcelebes.or.id, Abu Meridian, Direktur Kaoem Telapak, mengatakan sejak Indonesia membangun dan mengembangkan SVLK di 2001, untuk memastikan bahwa kayu dan produk kayu yang dijual-edarkan berasar dari sumber legal dan lestari. Dari 2001 Indonesia mengembangkan SVLK, di 2016 Indonesia dan Uni Eropa menyepakati lisensi FLEGT secara resmi setelah menjalani berbagai proses dan negosisasi selama 14 tahun. Namun, peraturan SVLK yang berubah-ubah menjadi kendala tersendiri, sebab belum tersosialisasikannya aturan tersebut hingga ke daerah.
“Hampir tiap tahun ada perubahan. Tantangan pemerintah adalah sosialisasi ke masyarakat. Bahkan teman yang bekerja di dinas terkait pun masih banyak yang belum tahu,” ungkap Abu pada Selasa, 18 Desember 2018 di Makassar.
Saat ini SVLK diatur oleh Peraturan Menteri LHK Nomor 30 Tahun 2016.Dan telah mengalami perubahan sebanyak enam kali dari regulasi pertama yakni Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 38 tahun 2009.
Kerumitan lain, ternyata SVLK tidak berdiri sendiri, tetapi juga menyangkut aturan perdagangan, bea sukai, hingga ketenagakerjaan. “Ini aturan mandatory dan bisa jadi tantangan,” kata Abu. Namun, dia pun menambahkan, Indonesia masih unggul dalam hal aturan keberadaan pemantauan independent kehutanan hingga proses di lapangan pemantauan.
“Aturan kita lebih jelas, pemantauannya jelas, proses di lapangan seperti apa juga jelas,” tambah Abu.
Selain tata aturannya berubah-ubah, tantangan penerapan SVLK juga menyangkut di segala lini, dari mulai pemerintah, auditor, badan akreditasi, sampai organisasi masyarakat sipil.
“Kayu dari hulu ke hilir prosesnya panjang. Belum lagi pihak yang mendapatkan keuntungan individu. Mereka mendapatkan pendapatan yang seharusnya tidak ada,” kata Abu.
Solusinya, menurut Abu, semua masyarakat harus terlibat aktif dalam pemantauan SVLK ini, sebab banyak ditemukan oknum pemerintan maupun swasta yang melakukan pelanggaran SVLK. “Di Jawa banyak yang memainkan adalah perusahaan kecil. Mereka menganggap SVLK adalah beban,” ungkap Abu.