Oleh : Teguh Iman Affandi
Sebagai bentuk perbaikan tata kelola perdagangan kayu, Indonesia telah menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sejak 2009. Laju deforestasi pun melambat. Namun saat ini, kredibilitas SVLK mendapat tantangan baru yakni praktik pinjam bendera.

Rabu – Kamis, 29 – 30 Juni 2022, Kaoem Telapak mengadakan Focus Group Discussion bertajuk Mengidentifikasi Solusi “Pinjam Bendera” Untuk Penguatan Pelaksanaan SVLK dan Peningkatan Iklim Usaha Perkayuan. FGD yang dilaksanakan di kota Semarang ini mengundang berbagai pemangku kepentingan di sektor kayu.
Secara ringkas, Kaoem Telapak mendefinisikan praktik pinjam bendera SVLK sebagai praktik para pelaku usaha bidang perkayuaan yang mengekspor komoditas kayu menggunakan atau mengatasnamakan perusahaan lain yang telah memiliki sertifikat SVLK.
“Misalnya punya usaha kayu, mau ekspor ‘kan mesti punya sertifikat SVLK, namun karena ada kesulitan, akhirnya memilih meminjam sertifikat dari perusahaan lain, agar bisa ekspor,” ungkap Aulia Baroroh, Juru Kampanye Kaoem Telapak.
SVLK adalah sertifikasi yang wajib dipenuhi oleh para pengusaha kayu. Fungsinya, untuk memastikan kayu yang diperjual-belikan bukan berasal dari aktivitas pembalakan liar dan memenuhi aspek legalitas. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menilai kayu itu legal bila asal usul kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, dan perdagangan atau pemindah-tanganan dapat dibuktikan telah memenuhi semua persyaratan legal yang berlaku.
Permintaan komoditas kayu di luar negeri yang makin meningkat, membuat praktik pinjam bendera SVLK ini menjadi makin sulit dihentikan dari tahun ke tahun. Bahkan, Kaoem Telapak menemukan ada perusahaan yang secara terang-terangan menawarkan jasa peminjaman bendera SVLK di media daring. Pemberantasan praktik ini sulit karena tidak semua penyedia jasa masuk dalam kategori objek hukum SVLK.

Aulia mengungkapkan bahwa praktik ini sudah lama dilakukan. Penyebab maraknya praktik ini pun banyak. Informasi dari Aulia menyebut, beberapa faktornya adalah asal-usul kayu yang tidak jelas, kerumitan administari, mahalnya proses sertifikasi, ketatnya persaingan usaha kayu, dan oknum pejabat yang memfasilitasi praktik ini.
Pinjam bendera SVLK bisa menjadi celah masuknya kayu-kayu hasil pembalakan liar. Selain itu, praktik ini pun membuat SVLK menjadi kurang kredibel. “Dampaknya, akan sangat mengganggu kredibilitas SVLK yang telah menjadi sistem tata kelola kayu yang kita banggakan,” kata Aulia.