Oleh Teguh Iman Affandi
Kedaulatan pangan tidak melulu perihal menolak impor bahan pangan. Namun, kesadaran untuk paham akan apa yang terjadi dalam rantai pasokan pangan di sekitar.
Rita Mustikasari, anggota Kaoem Telapak, memberikan contoh tentang komoditas teh. Dia mempertanyakan mengapa hanya satu jenis spesies teh, Camellia sinensis, yang dikembangkan di Indonesia. “Padahal Indonesia kaya dengan biodiversitas spesies,” ungkapnya.

Rita Mustikasari, anggota Kaoem Telapak, di Kebunnya
Sumber : Instagram Rita Mustikasari
Rita mengakui ada jenis teh lain yang dikembangkan di Indonesia. Namun, bahan bakunya langsung dijual ke luar negeri, setelah itu dikemas, kemudian di jual kembali ke Indonesia. “Di jual dengan mahal, dan dinikmati oleh kelas menengah Indonesia,” kata Rita.
Kesadaran ini menghantarkan Rita untuk bergiat mengembangkan Martani Indonesia, sebuah mandat dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) yang semangatnya tidak hanya berdagang, melainkan pula menanamkan kesadaran akan pentingnya berdaulat atas pangan.
Di Martani Indonesia, Rita mengembangkan produk unggulan berbahan dasar bunga telang atau dengan nama latin Clitoria ternatea. “Idenya bukan hanya jualan bunga telang, namun mengenalkan ada banyak jenis tanaman herbal yang bisa diseduh dan dinikmati sebagai teh,” ujar Rita.
Perkenalan Rita dengan bunga telang bermula ketika dia berkunjung ke Bangkok, Thailand. Di sana dia menemukan nasi berwarna biru. Di desa yang dia kunjungi pun, tuan rumah menyuguhkan rita teh berwarna biru. “Cakep amat warnanya,” kata Rita.

Teh bunga telang produksi Martani
Sumber : Instagram Martani Gallery
Si tuan rumah tidak membeli teh itu tetapi memetiknya langsung dari kebunnya. Hal itu membuat Rita amat terkesan. Mulailah dia mencoba mempelajari bunga telang. Rita mempelajari kandungan anti-oksidan yang ada dalam bunga telang. Kemudian dia belajar tentang pewarna alami untuk makanan. “Banyak pewarna alami kenapa kita enggak pakai, malah mengandalkan yang tidak alami,” Rita merenung.
Setelah pengetahuan tentang bunga telang di rasa cukup, Rita mulai mencoba mengakses pasar. Dia mulai dari lingkaran pertemanan. Setelah itu, dia mencoba ke publik yang lebih luas. Caranya, ketika dia mengantar pesanan, dia selalu membawa ekstra teh bunga telah beserta bijinya. Jadi, ketika dia berhenti di kedai untuk sarapan dia akan bicara dengan orang sekitar mengenalkan bunga telang. “Cerita testimoni orang-orang yang biasa meminum bunga telang, dampaknya bagi tubuh, kalau ada yang minta biji bunga telang, saya kasih,” kata Rita.
Saat ini, Rita melalui Martani sudah berjualan bunga telang selama kurang lebih tujuh tahun. Tantangan yang terbesar yang harus dihadapi Rita dalam mengembangkan komoditas bunga telang ada dalam dirinya sendiri. “Tantangannya bersabar kepada diri sendiri,” kata Rita.