Donasi

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

berjuang untuk keadilan ekologi

Melawan Penjajahan Rasa Untuk Diri Lebih Berdaulat

Oleh: Teguh Iman Affandi

Resah dengan penjajahan rasa, Rita Mustikasari, anggota Kaoem Telapak, mengembangkan Martani, sebuah praktik kewirausahaan yang berjuang untuk kedaulatan atas pangan.

“Bagaimana mungkin kita bilang berdaulat, ketika kita dijajah oleh rasa. Yang rasa itu  ditentukan oleh nilai nilainya, misalnya, kue yang enak adalah yang mengembang, spons, yang Indonesia sendiri itu apa?” ungkap Rita.

Rita Mustikasari, anggota Kaoem Telapak, memamerkan produk unggulan Martani

Dalam mengembangkan Martani, Rita mencoba menerapkan pendekatan kampanye pasang. Satu pendekatan yang dia kenal saat dia bergiat di Perkumpulan Kaoem Telapak (dulunya bernama Perkumpulan Telapak – red). Saat itu, ada dua metode advokasi yang dilakukan oleh organisasi itu. Ada yang disebut sebagai kampanye bongkar dan kampanye pasang.

“Kampanye bongkar itu artinya membuka sesuatu, misalnya illegal logging. Sementara itu, kampanye pasang, sifatnya membangun, yang kalau dilihat di permukaan seolah-olah tidak ada masalah. Saya mencoba masuk dengan pendekatan kampanye pasang tersebut” kata Rita.

Berdasarkan informasi dari Rita, Martani adalah mandat dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), sebuah kelompok masyarakat sipil yang bercita-cita mewujudkan kedaulatan pangan.  Tahun 2012, Martani berdiri di kota Bogor. Satu tahun kemudian, pindah ke Prambanan agar lebih dekat dengan petani.

Mengusung slogan, Olah Rasa Membangun Jiwa, Martani ingin menunjukkan ironi yang ada di Indonesia. “Lewat rasa kita ingin masuk, mengatakan bahwa ada yang salah dengan kita semua terutama dengan pangan. Sebagai negara agraris yang punya banyak hasil bumi, pertanyaan kenapa harga cabai, yang bisa naik atau turun, harga singkong yang hanya seribu rupiah, hal-hal semacam itu kita miss (luput – red),” kata Rita.  

Dalam memahami kata berdaulat, Rita lebih memilih fokus pada hal yang bisa dilakukan sehari-hari. Dia mencontohkan seperti Mahatma Gandhi. “Dulu supaya tidak bergantung pada Inggris, Mahatma Gandhi memintal benang sendiri,” katanya.

Terkait keberlanjutan Martani, Rita mengaku tidak punya harapan yang muluk. Ada satu orang yang mulai reflektif berpikir terkait situasi kedualatan pangan  Rita pun sudah senang. “Orang yang diajak ngobrol agak berpikir-pikir, ketika makan kue, ini  tepungnya dari apa ya? Saat buang sampah, ini sampah baiknya diapain ya?” ujar Rita.

Kategori

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Dengan mendaftarkan email ini, anda setuju untuk menerima seputar berita, tawaran, dan informasi dari Kaoem Telapak. Klik disini untuk mengunjungi Kebijakan Privasi Kami. Tautan untuk berhenti menerima pemberitahuan disedeiakan pada setiap email.