
Oleh : Teguh Iman Affandi
Desa Sarongge, Cianjur, Kabupaten Jawa Barat, menjadi saksi pertemuan sekelompok aktivis lingkungan yang gelisah akan situasi gerakan perlindungan lingkungan. Kegelisahan akan mencuatnya motif ekonomi dalam gerakan, monopoli pengetahuan, menurunnya akuntabilitas dalam organisasi membuat para aktivis itu berkumpul pada 27 Mei 2016. Pertemuan ini menghasilkan satu maklumat yang dikenal sebagai Maklumat Sarongge.
Wishnu Tirta, Wakil Presiden Kaoem Telapak periode 2021 – 2025 menuturkan bahwa momen pada 27 Mei 2016 itu merupakan momen yang penting bagi Kaoem Telapak. “Maklumat Sarongge merupakan refleksi fundamental ideologi terhadap dinamika organisasi dalam menjaga roh dan cita-cita perkumpulan,” ungkapnya.
Setelah pembacaan Maklumat Sarongge, Perkumpulan Kaoem Telapak pun didirikan. Lahirnya organisasi ini bertujuan untuk memperkuat Gerakan Telapak yang bercita-cita mewujudkan keadilan antarunsur alam dan antargenerasi dalam pengelolaan sumber daya hayati. Kelompok petani, neyalan, dan masyarakat adat adalah tiga konstituen utama dari gerakan ini. Konstituen yang akan selalu menjadi mitra Gerakan Telapak dalam melawan segala bentuk ketidak-adilan, penindasan, serta perampasan hak asasi manusia.
Enam tahun berlalu, Kaoem Telapak tetap konsisten berjuang mewujudkan amanat dalam Maklumat Sarongge. Beberapa perwujudan itu dapat dilihat dalam bentuk kerja-kerja kampanye, penguatan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), penguatan sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO), dan pemberdayaan masyarakat, baik itu dari kelompok nelayan, petani, ataupun masyarakat adat.
Meskipun begitu, Wishnu Tirta menyadari bahwa berbagai praktik destruktif dalam pengelolaan alam masih ditemui. Pembalakan hutan secara liar, pencemaran sungai, jual-beli satwa langka, masih kerap dijumpai di Indonesia. “Oleh karenanya, konsolidasi anggota perkumpulan untuk bergerak bersama konstituen petani, nelayan, dan masyarakat adat perlu terus didorong,” ujarnya.