Oleh : Teguh Iman Affandi

Pemerintah telah menerbitkan peraturan No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesia Sustainable Palm Oil – ISPO). Hal baru yang muncul dalam peraturan ini adalah pengakuan atas eksistensi Pemantau Independen dalam sistem sertifikasi tersebut. Dalam rangka memperkuat sistem sertifikasi tersebut, Kaoem Telapak mengadakan diskusi bertajuk Pemantau Independen Dalam Skema ISPO: Sejauh Mana Proses Perkembangannya? Pada Jumat, 20 Mei 2022.
Pemantau Independen disebut pasal 20 ayat 1 dan didefinisikan secara khusus pada pasal 3 dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2020 tersebut. Dalam aturan tersebut, Pemantau Independen merupakan unsur dari Komite ISPO, sebuah badan yang mengawasi sertifikasi ISPO dan diketuai oleh Menteri.
“Kalau berkaitan dengan Komite ISPO, belum ada perkembangan yang signifikan,” ungkap Herryadi dari Lembaga Ekolabel Indonesia. Kemudian beliau menjelaskan beberapa catatan bagaimana Komite ISPO bekerja, dari mulai belum bersidang di tahun 2022, sampai dengan lambannya respons terhadap permintaan masyarakat sipil atas keterbukaan informasi dengan alasan tidak ada pedoman petunjuk teknisnya.
Dia pun menjelaskan bahwa Pemantau Independen sudah diakui sebagai bagian dari unsur Komite ISPO. Namun dia ragu apakah situasi ini peluang atau malah jebakan. Dia menekankan perlunya diskusi mengenai bagaimana strategisnya masyarakat sipil berkontribusi dalam skema ISPO ini. Hal yang penting didiskusikan, menurut dia, terkait dengan kerja-kerja pemantauan independen yakni sampai sejauh mana wewenang Pemantau Independen. “Apakah memantau sampai dengan seluruh proses sertifikasi ISPO? Atau memantau bagaimana sertifikasi ISPO diterapkan?” tanya dia.
Setelah mendengar penjabaran Herryadi mengenai Komite ISPO yang kurang aktif, Abu Meridian, Kepala Kampanye Kaoem Telapak, mempertanyakan apa yang menyebabkan kurang aktifnya Komite ini dan adakah kehendak politis (political will) dari Komite ISPO untuk memperkuat sistem sertifikasi ini.
Menurut Herryadi, Ketua Komite ISPO memegang peranan penting untuk mendorong keaktifan kinerja Komite. Namun dia pun menyoroti tidak ada unsur lain, misalnya unsur akademisi ataupun unsur swasta, yang ada di dalam Komite yang mendorong Ketua Komite untuk aktif.
Herryadi juga menyebut, untuk keterbukaan informasi saja, situs Komite ISPO belum diperbarui. “Dari sekretariat yang lama ke sekretarian yang baru, belum ada overhandle (pengalih-tugasan),” katanya.
“Mendengar pemaparan Mas Herry, jadi agak speechless,” ungkap Mardi Minangsari, Presiden Kaoem Telapak. Dia menjelaskan apa yang terjadi dalam Komite ISPO membuat sertifikasi ISPO kehilangan kredibilitasnya. Alasan tidak ada pedoman petunjuk teknis, bagi Minangsari, tidak bisa diterima. “Kalau teman-teman yang ikut proses penguatan ISPO, pedoman itu sudah dimintakan, sudah dirumuskan, sudah diajukan, namun ditolak,” ungkapnya.