Oleh : Teguh Iman Affandi
Kaoem Telapak mengadakan Media Briefing pada Selasa, 18 Oktober 2022, di Jakarta. Media Briefing ini membahas perkembangan regulasi uji tuntas yang sedang digodok di Parlemen Uni Eropa.
Media Briefing bertajuk Perkembangan Regulasi Uni Eropa tentang Komoditi Bebas Deforestasi ini menghadirkan Mardi Minangsari, selaku Presiden Kaoem Telapak, dan peneliti dari Ecosoc Institue, Sri Palupi.

Mardi Minangsari, Presiden Kaoem telapak, (tengah) saat memaparkan perkembangan EUDR
“Jadi kita punya tiga teks saat ini, versi asli Komite Uni Eropa yang terbit November 2021, teks amandemen Dewan Uni Eropa, dan teks amandeman dari Parlemen Uni Eropa, saat ini mulai minggu lalu mulai bergulir proses trialog,” kata Minang.
Proses trialog adalah dialog tiga badan yang ada di Uni Eropa untuk membahas teks final dari proposal yang akan dijadikan Undang-undang. Minangsari menyebut belum tahu kapan proses trialog akan selesai. Namun, Minang menyatakan bahwa Komite dan Parlemen berharap final teks aturan uji tuntas selesai akhir tahun, sebelum Presidensi Uni Eropa periode ini berakhir.
13 September 2022, Parlemen Uni Eropa mengesahkan amandemen proposal uji tuntas atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Langkah ini diambil sebagai bukti komitmen Uni Eropa sebagai negara konsumen untuk menekan laju deforestasi global.
Pengesahan dilakukan melalui mekanisme voting dengan rincian 453 suara setuju, 57 menolak, dan 123 abstain. Dalam EUDR versi amandemen, Parlemen memperluas cakupan komoditas yang diatur, serta memasukkan hak asasi manusia juga hak masyarakat adat sebagai indikator uji tuntas. Amandemen ini pun akan mengawasi institusi keuangan, karena lembaga ini dinilai bisa berkontribusi pada deforestasi baik secara langsung maupun tidak.
Proposal EUDR sudah dipublikasi oleh Uni Eropa sejak November 2021 dengan nama Europe Union Due Diligence (EUDDR). Dalam siaran persnya saat itu, Komisi Uni Eropa menampilkan data bahwa sejak 1990 – 2020, Bumi telah kehilangan 420 juta hektar hutan. Luasan hutan yang hilang ini lebih luas dari wilayah Uni Eropa. Sekitar 10% deforestasi global berasal dari konsumsi Uni Eropa. Oleh sebab itu, EUDR akan menjamin produk yang dibeli dan dikonsumsi oleh warga Uni Eropa bebas dari aktivitas deforestasi dan degradasi hutan. Aturan ini akan menyasar enam komoditas, yakni kedelai, daging sapi, minyak sawit, kokoa, kayu, dan kopi.

Sebagai penghasil sawit terbesar, Indonesia mesti memastikan sawit yang dihasilkan bukan berasal dari membabat hutan
Regulasi ini akan mewajibkan perusahaan untuk melakukan uji tuntas bila ingin memperdagangkan komoditasnya di pasar Uni Eropa. Komisi Uni Eropa akan menerapkan tolok ukur tertentu untuk mengukur tingkat resiko akan deforestasi dan degradasi hutan suatu negara terkait kegiatan produksi enam komoditas tersebut.
“Secara default semua negara akan dikategorikan resiko standar atau sedang, implikasinya, komoditas yang berasal dari negara beresiko tinggi akan diperiksa lebih sering,” ungkap Minang.
April 2022, kelompok masyarakat sipil (CSO) di Indonesia telah mengeluarkan pernyataan bersama guna merespons EUDR tersebut. CSO Indonesia menyadari, sebagai negara produsen enam komoditas itu, aturan ini akan berdampak pada mereka. Ada 35 organisasi masyarakat sipil yang menandatangani pernyataan bersama pada April lalu.
CSO Indonesia memberikan catatan kritis untuk EUDDR. Menurut CSO Indonesia, membersihkan rantai suplai komoditas dan produksi masuk ke pasar Uni Eropa tidak cukup menghalau laju deforestasi. Perlu ada insentif yang mendukung kerja-kerja pengurangan dan pencegahan deforestasi. Pendekatan satu pihak yang dilakukan Uni Eropa pun bisa menghambat inisatif yang telah dilakukan oleh negara produsen untuk meningkatkan tata kelola lahan dan hutan melalui reformasi kebijakan. Regulasi ini pun perlu melibatkan petani kecil mandiri karena aturan ini akan berdampak langsung pada mereka. Hak Masyarakat Adat atas wilayahnya pun perlu diberi tempat pada EUDDR karena banyak kasus konflik tenurial antara Masyarakat Adat dengan Perusahaan Perkebunan.
Juni 2022, proposal EUDDR mengalami amandemen. Komite Lingkungan, Kesehatan Masyararat, dan Keamanan Pangan Uni Eropa melakukan voting terhadap EUDDR yang telah direvisi tersebut. Hasilnya, 60 suara menerima, 2 menolak, dan 13 abstain. Para anggota parlemen menginginkan agar dalam menekan laju deforestasi, hak Masyarakat Adat harus dihormati. Cakupan komoditas yang diatur pun diperluas. Mereka memasukkan daging babi, domba dan kambing, ayam, jagung, karet, arang, serta kertas.

Sri Palupi (Kanan) memaparkan respons CSO Indonesia terhadap EUDR
“Amandemen aturan ini banyak yang merespon tuntutan CSO Indonesia sebenarnya,” ungkap Palupi.
Sampai saat ini (12 Oktober 2022), Indonesia belum memberikan pernyataan secara resmi merespons EUDDR. Padahal, regulasi ini akan berdampak pada aktivitas ekspor Indonesia. Uni Eropa adalah pangsa pasar penting bagi Indonesia. Data dari Biro Pusat Statistik (BPS), tahun 2019, sebanyak 19,59% minyak sawit Indonesia masuk ke pasar Uni Eropa, terbanyak kedua setelah India. Dari data BPS pula, pada 2021, Indonesia mengekspor sebanyak 61 ribu ton kopi ke Uni Eropa, paling tinggi daripada negara yang lain. Jika Indonesia tidak beradaptasi dengan regulasi ini, maka Indonesia akan kehilangan pasar strategis yang pada akhirnya mengurangi pendapatan negara di sektor nonmigas.
Minang melihat secara politis sikap pemerintah Indonesia adalah menolak. Hal itu bisa dipahami, karena menurut Minang, Indonesia masih punya perjanjian dengan Uni Eropa terkait Flegt VPA untuk mengatur komoditas kayu. Pendekatan yang dilakukan Uni Eropa secara sepihak menerbitkan aturan baru menyisakan tanda tanya, apakah perjanjian FLEGT VPA ini masih berlaku. Minang sendiri mendukung pemerintah untuk mengkaji kembali bagaimana Uni Eropa merealisasikan komitmennya terkait perjanjian tersebut.
Minang berbagi cerita, ketika proposal EUDR pertama kali diterbitkan, Kemenlu mengadakan acara mengundang kelompok yang akan terdampak. Lalu, memberikan arahan bagaimana mitigasi risiko bila aturan ini benar diterapkan. “Saya melihat ada dua hal, secara politis, pemerintah merespons negative, namun secara praktis, pemerintah sudah menyiapkan upaya agar kelompok terdampak tidak terguncang,” ungkap Minang.