Kaoem Telapak bersama 44 CSO yang tergabung dalam Koalisi Gerakan Masyarakat Sipil mengadakan media brieing pada Kamis, 12 Oktober 2023 di Cikini, Jakarta.
Koalisi ini terdiri dari berbagai elemen, contohnya, Masyarakat Adat, Petani Kecil Sawit, pemangku kepentingan, yang terdampak penerapan European Deforestation Regulation (EUDR).

Olvy Octavianita Tumbelaka, Juru Kampanye Kaoem Telapak
Dalam kegiatan ini ada tiga narasumber yang akan memantik diskusi. Narasumber tersebut adalah Olvy Octavianita Tumbelaka, Juru Kampanye Kaoem Telapak, Sri Palupi dari Ecosoc Institute, dan Wahyu dari Pantau Gambut. Sementara itu, Sapariah Saturi, dari Mongabay Indonesia, menjadi moderator dalam diskusi dengan media ini.
Dalam memulai diskusi, Olvy menjelaskan bahwa koalisi ini merupakan bentuk respons terhadap proposal EUDR di tahun 2021. April 2022, Koalisi ini pernah mengeluarkan pernyataan bersama terkait isi proposal EUDR. Dalam pernyataan tersebut, Koalisi memberikan masukan dari mulai yang terkait dengan definisi deforestasi sampai dengan yang terkait cut off date.
Olvy juga menjelaskan bahwa di 2022, Koalisi ini sempat berbincang dengan Staf Ahli Anggota Parlemen Uni Eropa, dan Anggota Parlemen Uni Eropa. Koalisi memberikan banyak masukan diantaranya, pentingnya form consent untuk menjamin hak Masyatakat Adat dan komunitas lokal yang hidup di sekitar hutan, perlunya kerangka instrument internasional hak asasi manusia dalam uji tuntas, dan masukan atas definisi smallholders atau petani kecil swadaya yang menurut Koalisi, EU mendifinisikannya terlalu sempit.
Gugus Tugas Gabungan atau Joint Task Force (JTF), menurut Olvy, dibentuk sejak Mei 2023. Koalisi sudah berkirim surat kepada JTF untuk bisa ikut terlibat. Namun, sampai hari media brieing, surat yang koalisi kirim belum dibalas. Malah, 4 Agustus 2023, JTF mengadakan pertemuan yang terkesan tertutup dan tidak inklusif. “Sebelum 4 Agustus 2023, Koalisi sudah mengirimkan surat, meminta agar bisa ikut terlibat. Supaya, kepentingan kelompok terdampak benar-benar didengar, namun sampai sekarang suratnya belum dibalas,” ungkap Olvy.
Sementara itu Sri Palupi mengatakan bahwa Koalisi sebetulnya menyambut baik, dibentuknya JTF ini. Menurut Palupi, selama ini Indonesia kerap mempersoalkan EUDR karena dalam penyusunannya Uni Eropa tidak membuka dialog dengan negara produsen. Bagi Palupi, JTF ini akan memperkuat dialog antara Indonesia dengan Uni Eropa yang berkaitan dengan pelaksanaan EUDR. Meskipun begitu, Palupi pun menyayangkan pertemuan pertama JTF dilakukan tertutup. Padahal Uni Eropa menyampaikan dengan tegas bahwa JTF akan melibatkan semua stakeholder termasuk organisasi masyarakat sipil dan kelompok terdampak.
“Sayangnya, pada pertemuan pertama dilakukan tertutup, kita tidak tahu apa yang dibahas, apakah kelompok terdampak juga dilibatkan. Kalau gugus tugas ini ingin mencapai tuuuannya, maka harus menjalan kan prinsip transparansi, inklusivitas, dan akuntabilitas. Bila prinsip-prinsip tersebut tidak dijalankan, maka akan berpotensi berdampak negatif dengan apa yang gugus tugas ingin capai,” kata Palupi.
JTF akan mengadakan pertemuan kedua pada November 2023 di Malaysia. Olvy, atas nama Koalisi, mengaku masih percaya pemerintah punya itikad baik, mengajak kelompok masyarakat sipil dan kelompok terdampak untuk urun rembug. “Kita akan tunggu 14 hari dari sekarang, jika surat kami masih tidak direspon, kami akan menentukan langkah selanjutnya,” kata Olvy.