Oleh: Elviza Diana
Jambi, 23 Agustus 2023 – Peraturan Uni Eropa (EU) terkait produk bebas deforestasi dan degradasi hutan, dikenal sebagai European Union Deforestation Regulation (EUDRR), telah memberikan dampak signifikan bagi petani kelapa sawit di Provinsi Jambi. Peraturan ini mengatur 7 komoditas utama, termasuk minyak kelapa sawit, cokelat, kopi, karet, kayu, kedelai, dan sapi serta produk turunannya.
Dengan berlakunya peraturan ini di seluruh negara anggota Uni Eropa pada 16 Mei 2023, para petani kelapa sawit di Provinsi Jambi merasakan tekanan baru dalam memastikan bahwa hasil panen mereka memenuhi persyaratan bebas deforestasi dan legalitas yang diatur dalam peraturan tersebut. Para operator dan pedagang yang ingin menjual produk-produk mereka ke Uni Eropa harus memastikan bahwa produk tersebut diproduksi tanpa adanya deforestasi setelah 31 Desember 2020 dan mematuhi semua undang-undang yang berlaku di negara produksi.

Pertemuan Multipihak Bahas EUDR
Batanghari, Jambi, 23 Agustus 2023
Indonesia, termasuk Provinsi Jambi, memiliki perkebunan kelapa sawit yang luas, dengan produksi minyak sawit mencapai 45,5 juta metrik ton per tahun. Di Provinsi Jambi sendiri, terdapat sekitar 1,1 juta hektar lahan perkebunan kelapa sawit. Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Agusrizal, menyatakan bahwa para petani harus mengikuti keinginan pasar, termasuk aturan EUDRR, serta memastikan bahwa produk mereka tidak melanggar aturan, tidak mengalami deforestasi, dan legal.
Namun, nasib petani kelapa sawit di Jambi tidaklah mudah. Kepala Dinas Perkebunan Agusrizal bilang, masalah kepemilikan lahan dan kemitraan antara petani dan perusahaan sering menjadi kendala. “Banyak petani yang masih mengalami konflik lahan dan keterbatasan transparansi dalam biaya produksi dan pendapatan akhir, “ ujarnya dalam acara Pertemuan Multipihak Menuju Sawit Berkelanjutan yang Dapat Bersaing di Pasar Global, Kabupaten Batanghari, Jambi yang diselenggarakan kerjasama Kaoem Telapak dan Yayasan Setara.
Dengan peraturan EU yang semakin tegas terkait keberlanjutan, pihak terkait, seperti pemerintah dan perusahaan, perlu mendukung petani dalam memenuhi persyaratan ini.
“Mau ga mau, mengikuti kemauan pasar. Kalau soal ketelusuran ini sebenarnya kita sudah ada ISPO dan RSPO. Sama dengan yang tercantum di EUDRR, ini juga persyaratannya tidak melanggar aturan, tidak deforestasi, tidak merusak hutan dan lainnya, “ lanjutnya.

Agusrizal, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi
Agusrizal, menjelaskan bahwa di Provinsi Jambi sudah terbentuk gugus tugas dalam menjaga kelapa sawit yang dihasilkan sesuai dengan aturan. “Kita harus membuktikan bahwa setiap proses produksi diikuti dengan mematuhi aturan yang berlaku,” ujarnya dengan keyakinan. Dia menekankan pentingnya pelacakan terhadap transmigrasi dan pemanfaatan lahan setelah pemetaan. Dalam hal ini, satu peta yang mencakup semua aspek perlu disepakati sebagai panduan di bawah batas yang telah ditetapkan.
Namun, dalam konteks kawasan hutan, Agusrizal menyampaikan pandangannya yang tegas. “Sebaiknya kita hindari produksi kelapa sawit di dalam kawasan hutan karena dampak merusak yang mungkin timbul,” tegasnya. Hal ini menggambarkan komitmen untuk menjaga ekosistem hutan yang sangat penting bagi keberlanjutan alam.
Perihal harga, Agusrizal mengungkapkan bahwa harga tandan buah segar (TBS) sawit saat ini berada pada kisaran 2.300 rupiah per kilogram, dengan usia pohon kelapa sawit sekitar 10-20 tahun. Ini mencerminkan dinamika pasaran yang mempengaruhi pendapatan petani dan pelaku industri. Dengan harga ini, pertumbuhan industri kelapa sawit tetap menjadi faktor yang signifikan dalam perekonomian regional.
Namun, ketika berbicara tentang dampak industri kelapa sawit terhadap lingkungan, Agusrizal memperingatkan mengenai adanya perkiraan sekitar 160 ribu hektar perkebunan yang berada di kawasan hutan. “Ini adalah perkiraan yang penting untuk diperhatikan dalam upaya menjaga keseimbangan antara produksi dan lingkungan,” jelasnya.
Kendala lain yang dihadapi adalah konflik lahan dan kepemilikan. “Masalah utama seringkali berakar pada masalah kemitraan yang belum sepenuhnya terjalin dengan baik,” Agusrizal menjelaskan dengan jujur. Dia mengamati bahwa kemitraan yang kuat dapat mengatasi masalah ini, tetapi diperlukan komitmen bersama dan transparansi dalam biaya produksi serta pendapatan akhir yang diperoleh pemilik plasma. Agusrizal menggarisbawahi pentingnya mengikuti pedoman daerah untuk memastikan bahwa kemitraan mengikuti aturan yang berlaku.
Di tengah tantangan ini, Provinsi Jambi juga menunjukkan langkah-langkah positif dalam memastikan tata kelola perkebunan kelapa sawit yang lestari dan berkelanjutan. Provinsi ini telah terpilih sebagai pilot project penelitian unggulan sawit 4.0 oleh Institut Pertanian Bogor (IPB).Subhan, Kepala Bidang PSDA BAPPEDA Prov. Jambi mengatakan , Provinsi Jambi adalah salah satu penghasil kelapa sawit utama di Indonesia dengan sebagian besar perkebunan milik petani. Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Jambi Nomor 19 Tahun 2019 tentang Tata Niaga Komoditi Perkebunan juga menjadi langkah positif dalam mendukung pengelolaan perkebunan yang berkelanjutan.
Tidak hanya menghadapi perubahan peraturan, tetapi juga perubahan dalam budaya dan pola pikir industri. Mardi Minangsari, Presiden Kaoem Telapak, menyatakan bahwa EUDRR, walaupun membawa dampak pada petani sawit swadaya, sebenarnya memberikan peluang bagi perubahan yang lebih baik dan berkelanjutan dalam industri sawit di Indonesia, termasuk di Provinsi Jambi.

Mardi Minangsari, Presiden Kaoem Telapak
Mardi Minangsari menjelaskan, “EUDRR memang akan berdampak pada petani sawit swadaya. Namun, kita tidak perlu terlalu khawatir. Sebaliknya, kita harus melihat momentum ini sebagai langkah pembenahan komoditi sawit yang lebih berkelanjutan di Indonesia.”
EUDRR mendorong untuk mengambil langkah positif menuju praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan. Dalam dunia yang semakin sadar akan keberlanjutan, langkah ini menjadi semakin penting. Mardi Minangsari melihat EUDRR sebagai panggilan untuk memperbaiki kualitas produk dan meningkatkan praktik pertanian secara keseluruhan.
Selain itu, Mardi Minangsari juga menyoroti isu kepemilikan lahan yang menjadi masalah tahunan. Dalam pandangannya, memiliki jaminan kepemilikan lahan yang jelas adalah fondasi yang diperlukan dalam membangun industri kelapa sawit yang stabil dan berkelanjutan di Jambi. Dia menyatakan, “Kepastian kepemilikan lahan adalah kunci untuk membangun dasar yang kuat bagi pertumbuhan industri kita.”
Upaya untuk menciptakan industri kelapa sawit yang berkelanjutan di Provinsi Jambi, Direktur Yayasan Setara, Nurbaya Zulhakim, memberikan pandangan berharga tentang peran penting pemerintah dan perusahaan dalam mendorong praktik yang lebih baik.
“Pelayanan STBD gratis bagi petani swadaya,” tegas Nurbaya Zulhakim. Dia menegaskan bahwa lebih dari 2000 petani sawit swadaya telah menerima sertifikat RSPO di Jambi, yang merupakan langkah penting untuk memberikan jaminan kepemilikan lahan yang lebih jelas. Langkah ini sejalan dengan visi untuk menciptakan dasar yang kuat bagi pertumbuhan industri yang berkelanjutan.
Selain itu, Nurbaya Zulhakim juga menyoroti adanya petani swadaya yang telah memperoleh sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Ini menunjukkan komitmen mereka terhadap praktik pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. “Langkah ini menunjukkan kemajuan signifikan dalam menciptakan industri kelapa sawit yang lebih baik,” ujarnya.
Dalam konteks dukungan, Nurbaya Zulhakim menyoroti peran penting pemerintah dan perusahaan. “Kami melihat peran mereka sebagai pemimpin dalam membentuk arah industri kelapa sawit,” katanya. Dalam kerja sama yang erat, pemerintah dan perusahaan dapat mendukung inisiatif yang mendukung keberlanjutan, termasuk peningkatan kualitas praktik pertanian dan upaya sertifikasi.
Nurbaya Zulhakim berharap bahwa kolaborasi yang solid antara pemerintah, perusahaan, dan petani dapat menciptakan perubahan yang signifikan dalam industri kelapa sawit. Dengan langkah-langkah yang konkret dan komitmen nyata, Provinsi Jambi dapat memimpin perjalanan menuju praktik pertanian yang lebih baik, yang berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan perekonomian regional.