Oleh : Teguh Iman Affandi
Merujuk rancangan aturan European Union Deu Diligence Regulation (EUDDR), meski memiliki sertifikat ISPO dan RSPO, komoditas sawit tetap wajib menjalani uji tuntas bila masuk pasar Uni Eropa.
“Sayangnya, memiliki sertifikat tidak menjadi paspor hijau atau green card dalam rancangan aturan ini,” ungkap Mardi Minangsari, Presiden Kaoem Telapak, di acara Journalist Learning Forum yang diselenggarakan oleh Mongabay bekerja sama dengan Perkumpulan Kaoem Telapak. Rabu, 31 Agustus 2022. Meskipun begitu, menurut Minangsari, memiliki sertifikat bisa menjadi tambahan informasi saat importir sawit melakukan uji tuntas.
Dalam industri perkebunan sawit di Indonesia, ada skema sertifikasi yang wajib dijalani oleh para pelaku usaha, yakni, sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Sertifikasi ini untuk menjamin proses produksi sawit memiliki aspek keberlanjutan. Ada pula skema sertifikasi Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO), namun skema sertifikasi ini tidak bersifat wajib, melainkan sukarela dari pelaku industri kelapa sawit.
Jika diterapkan, aturan EUDDR akan mewajibkan para importir untuk mengecek dan memastikan komoditas yang diatur adalah legal serta tidak berasal dari aktivitas deforestasi sebelum menjual komoditasnya. Ada beberapa komoditas yang diatur, salah satunya adalah komoditas sawit.
Uni Eropa pun akan menerapkan benchmarking atau tolok ukur kepada negara-negara produsen. “Hasil benchmarking akan menempatkan negara-negara produsen dalam tiga kategori resiko; resiko rendah, sedang, dan tinggi. Negara yang masuk dalam kategori resiko tinggi akan dicek lebih sering,” ungkap Minangsari.

Panen sawit milik petani kecil swadaya
Selain itu, dalam aturan ini, aspek ketelusuaran atau traceability satu komoditas menjadi penting, dalam EUDDR. “Mereka bagkan menerapkan geolocation, titik kordinat di mana satu produk itu dipanen,” kata Minangsari.
Saat ini, EUDDR masih dibahas dalam Parlemen Uni Eropa. Juni 2022, Komite Lingkungan sudah mengeluarkan amandemen untuk EUDDR. Hasil amandemennya justru makin ketat, khususnya terkait cakupan produk. “Komoditas daging babi, ayam, karet juga akan masuk,” ungkap Minangsari.
Untuk persoalan hukum. EUDDR tidak hanya bicara soal kepemilikan lahan. Namun, Aturan ini juga menyorot perihal kepatuhan pada perundangan, salah satunya mengenai pemenuhan Hak Asasi Manusia yang menggunakan instrumen Internasional. “Menurut usulan Parlemen Uni Eropa ini harus dikuatkan karena dikhawatirkan kalau mengacu kepada standar di negara-negara produsen saja, itu akan menjadi ketimpangan, karena ada satu negara ada yang secara hukum lebih baik disbanding negara-negara lain,” kata Minangsari.