Ditulis oleh: Zufar Fauzan
Saat ini, Papua menjadi salah satu daerah yang mempunyai sumber pangan alternatif yang masih tetap dilestarikan, sedangkan sebagian besar wilayah Indonesia memiliki pangan utamanya adalah beras. Namun di wilayah Papua ini cukup berbeda, masyarakat menggunakan sagu sebagai sumber pangan utama, walaupun tradisi menanak nasi pun sudah mulai masuk. Akibat dari banyaknya konflik antara masyarakat Papua dengan perusahaan kayu dan perkebunan kelapa sawit, tradisi mengkonsumsi sagu ini mulai terancam terkikis.

Sagu, karbohidrat utama masyarakat Papua
Hubungan masyarakat Papua dengan sagu memang erat. Sagu bagi masyarakat bukan hanya sekedar makanan pokok ataupun tumbuhan yang memberikan pangan alami bagi masyarakat saja, melainkan salah satu identitas budaya yang menempel dengan masyarakat Papua. Sagu sudah menjadi pangan utama sejak ratusan tahun yang lalu, yang selalu diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya oleh nenek moyang atau leluhur masyarakat Papua. Dengan komoditas sagu ini masyarakat menciptakan kebudayaan dan tradisi mereka. Dengan komoditas sagu ini pula
masyarakat memiliki pola dan cara bertahan hidup yang berbeda dengan wilayah
lainnya.
Seperti hal masyarakat Papua lainnya, masyarakat Kampung Klabili, Distrik Salemkai, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat memanfaatkan sagu sebagai sumber pangan mereka.
Keberadaan hutan sagu atau biasa disebut dengan istilah dusun oleh masyarakat, memiliki lokasi yang tidak jauh dengan wilayah perkampungan Klabili ini. Dusun sendiri mempunyai arti suatu tempat yang dapat memenuhi kebutuhannya masyarakat mulai pangan, sandang, dan papan. Bagi masyarakat Kampung Klabili, dusun ini teramat penting. Banyak aktivitas yang masyarakat lakukan mulai dari menokok sagu, mengambil ulat sagu dari batang pohon sagu yang sudah lapuk, mengambil jamur sagu dari bekas pohon sagu yang sudah tumbang atau jamur dari sisa ampas sagu di dusun tersebut. Tak hanya itu, masyarakat juga memanfaatkan hutan sagu untuk memenuhi kebutuhan bangunan rumah masyarakat, contohnya, dahan pohon sagu dapat dimanfaatkan sebagai dinding rumah atau anyaman/kerajinan, selain itu daunnya pun juga dapat
digunakan sebagai atap rumah.

Dusun Sagu
Dusun menjadi tempat masyarakat menggantungkan kehidupanya. Ada dusun pasti ada menokok sagu, menokok sagu pasti di dusun. Menokok sagu ini merupakan aktivitas mengolah pohon sagu menjadi pati sagu, yang kemudian dapat menjadi bahan olahan lainnya, seperti tepung sagu untuk bahan papeda ataupun bahan kue kering sagu.
Pohon sagu ada dua jenis, pohon sagu yang berduri dan ada pohon sagu yang tidak berduri. Pohon sagu yang biasa diolah oleh masyarakat adalah pohon
sagu yang berduri.
Penebangan pohon sagu harus memerhatikan beberapa hal, seperti pohon sagu yang memiliki umur 10-15 tahun dan pohon sagu yang memiliki batang kering. Setelah di tebang, untuk pohon sagu yang memiliki ukuran batang yang kecil akan di lepas kulitnya untuk membuka bagian dalam batangnya, sedangkan untuk ukuran batang pohon sagu yang besar akan langsung di potong bagi dua secara vertikal. Uniknya, pembelahan pohon sagu untuk ukuran batang yang besar tidak menggunakan mesin potong atau gergaji mesin. Mereka masih menggunakan alat sederhana yakni kayu yang dilancipkan ujungnya sebagai alat pembelah pohon sagu tersebut. Setelah dibuka bagian kulitnya, sagu akan ditokok menggunakan alat khusus penokok sagu atau biasa disebut dengan istilah tokok.

Proses pengolahan batang sagu yang masih sederhana: (a) Lelaki Papua menokok sagu; (b) Proses filtrasi batang sagu, biasanya dikerjakan oleh kelompok perempuan.
Setelah semua bagian dalam pohon sagu habis, proses selanjutnya masuk ke tahap penyaringan atau pemerasan. Tahap ini biasa dilakukan oleh kaum perempuan, sedangkan tugas kaum laki-laki bagian menebang dan menokoknya saja.
Penyaringan atau pemerasan sagu masih menggunakan alat sederhana dan memakai pelepah sagunya itu sendiri. Dua pelepah pohon sagu akan digabungkan untuk membuat seperti jalur air. Pati sagu yang baru akan disaring dan diperas menggunakan saringan yang dialiri air. Sari pati sagu dalam air akan mengendap di dasar cekungan pelepah pohon sagunya. Sedangkan air dan ampas sagu akan dibuang. Setelah semua proses selesai, sari pati sagu itu akan diendapkan selama semalam di pelepah pohon sagu yang diberi penutup.

Produk pangan dari sagu: (a) kue kering; (b) papeda.
Setelah semalam, baru besok paginya, sari pati sagu akan diambil untuk dikeringkan dengan cara digantung selama dua sampai tiga hari di rumah. Setelah benar benar kering, baru sagunya akan dihancur-hancurkan dan diayak atau disaring kembali agar mendapatkan tepung sagu yang halus. Penyaringan tepung sagu ini bisa mencapai lima kali penyaringan agar mendapatkan tepung yang benar benar halus. Setelah proses penyaringan selesai, baru tepung sagu tersebut digunakan atau diolah menjadi bahan makanan seperti papeda ataupun kue kering sagu.