Donasi

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

berjuang untuk keadilan ekologi

Tantangan Membangun Ekowisata Ujung Sapar

Sudah delapan bulan, Hariyono atau biasa disapa Ejhon, membuka Ujung Sapar sebagai destinasi ekowisata. Dalam pengelolaannya ada beberapa tantangan yang mesti Ejhon taklukkan.

“Kalau istilah nyebur di air, tinggi airnya sudah sedada sudah, dan tidak bisa keluar lagi,” ujar anggota Kaoem Telapak ini sambil tertawa.

Tantangan pertama yang Ejhon ceritakan adalah kurangnya tim dalam pengelolaan ekowisata ini. “Untuk teman diskusi, saat ini tidak ada, saya perlu tim,” ungkap Ejhon. Untuk menyiasati ini, Ejhon mencoba untuk mengajak pemuda dan warga desa, namun dia menyadari,  tim yang dia bentuk belum solid.

Dia sadar bahwa Ekowisata Ujung Sapar masih dalam tahap pengembangan. Oleh sebab itu destinasi belum bisa menjanjikan apa-apa, termasuk kestabilan ekonomi. “Jadi kalau berharap hari ini bekerja, lalu hari ini mendapatkan uang, itu belum bisa,” ungkapnya.

Ejhon, anggota Kaoem Telapak dari Kalimantan Tengah

Minimnya sumber daya manusia ini, berdampak pada jadwal  buka destinasi wisata. “Saat ini buka hanya seminggu sekali,” kata Ejhon. Dia menuturkan kalau Ekowisata Ujung Sapar hanya buka di hari Minggu. “Kemarin berpikir, kalau buka tiap hari, pertama lahan ini perlu recovery (pemulihan – red), fasilitas belum lengkap, jadi Senin sampai Kamis, kami bersih-bersih sampah, hari Sabtu, kami mempersiapkan untuk hari Minggu,” Ejhon menjelaskan.

Berikutnya adalah persoalan perizinan. Sampai detik ini, Ejhon tidak menarik tiket masuk kepada pengunjung karena khawatir para pejabat lokal menanyainya  tentang perizinan. “Kalau saya launching terlalu cepat, takutnya ada pertanyaan-pertanyaan dari pihak pemerintah, ‘Kamu kok berani-beraninya menarik retribusi atau karcis, izinnya di mana?’” ungkap Ejhon. 

Tidak adanya perizinan membuat Ejhon kehilangan satu pemasukan. Selama delapan bulan terakhir membuka Ekowisata Ujung Sapar, dia mengaku belum terlihat keuntungan yang signifikan. Ejhon mendapat pemasukan dari jasa penyewaan alat-alat kemping, misalnya, sleeping bag, tenda, dan Hammock.

Persoalan berikutnya adalah soal perencanaan, bagaimana mengelola isu ekowisata ini. Terkait menentukan konsep ekowisata, lalu strategi agar destinasi tetap berjalan.  Ejhon bersyukur mendengar rekan-rekan Kaoem Telapak mendukungnya. Hal ini membuat dia kembali bersemangat mengelola destinasi ekowisata ini. “Saya perlu sekali bantuan teman-teman yang paham ekowisata,” kata Ejhon.

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print