Donasi

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

berjuang untuk keadilan ekologi

Pilihan Hidup Untuk Menjaga Pulau-Pulau Kecil Dari Industri Ekstraktif

Tidak banyak orang yang mau menghabiskan waktunya untuk memberdayakan masyarakat dan daerah pulau kecil dan terpencil di Indonesia. Namun Imanche berani untuk berbeda.

Imanche  Al Rahman atau biasa disapa Manche adalah anggota Kaoem Telapak yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Sudah lebih dari 10 tahun, Manche bersama para koleganya merintis lembaga swadaya masyarakat Komunitas Masyarakat Desa Sulawesi Tenggara disingkat Komnasdesa-Sultra. Lembaga ini fokus pada isu sosial dan lingkungan di daerah terpencil di Sulawesi Tenggara, khususnya pulau-pulau kecil.

“Awalnya main-main saja, memang niatnya untuk kerja sosial,” jawab Manche ketika ditanya awal mula berdirinya Komnasdesa.

Manche  memilih untuk bergelut di isu ini karena sadar pulau terkecil dan terpencil sering luput dari perhatian pemerintah, organisasi masyarakat sipil pun jarang yang bekerja di isu ini. Akhirnya, di tahun 2007, Manche dan kawan-kawanya secara resmi mendirikan LSM Komnas Desa Sultra. Sejak didirikannya, Komnas Desa aktif membangun kapasitas masyarakat lokal, membuka akses pasar, dan saat ini fokus pada isu perhutanan sosial.

“Kami lagi kawal usulan 4000 hektar lahan untuk dijadikan perhutanan sosial dengan skema hutan kemasyarakat,” ungkao pemilik nama asli Rahman Hashim ini.  Usulan itu masih terbilang baru. Segala berkas yang diperlukan, saat ini masih ada di Kelompok Kerja Perhutanan Sosial Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara. “Tinggal tunggu verifikasi teknisnya,” katanya.

Imanche Al-Rahman, Anggota Kaoem Telapak

Saat ini, menurut informasi dari Manche, pulau-pulau kecil rentan rusak akibat industri pertambangan yang tidak terkendali, “Izin pertambangan marak sekali. Pulau kecil tidak sampai 100 ribu hektar, namun perusahaan diberikan izin untuk melakukan pertambangan, padahal itu melanggar Undang-Undang,” kata Manche.

Tahun 2021  lalu, Kabupaten Konawe Kepulauan  mengesahkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah. Perda itu membolehkan pulau kecil di Kabupaten Konawe Kepulauan untuk ditambang. Padahal ini bertentangan dengan banyak regulasi yang lebih tinggi. Contohnya, Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang Penataan Ruang, Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah Sulawesi Tenggala, yang di dalamnya terdapat pasal 39 yang menyebut tidak ada alokasi ruang  untuk kegiatan pertambangan di Konawe Kepulauan.

Menyadari datangnya invasi perusahaan tambang, Manche bersama jaringan kerja dan kelompok masyarakat Pulau Wawoni, menggugat Perda  Kabupaten Konawe Kepulauan tersebut. Hasilnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan hak uji materi mereka. Putusan  MA yang dirilis pada 22 Desember 2022 menyebut Kabupaten Konawe Kepulauan masuk dalam kategori pulau kecil, maka dilarang untuk dijadikan lokasi pertambangan. Implikasinya, semua kegiatan pertambangan yang ada di pulau kecil  kabupaten itu wajib diberhentikan. Namun sayang,  meskipun sudah ada putusan hukumnya, praktek penambangan masih berjalan.

Untuk memperkuat putusan MA ini, Manche mengaku memerlukan satu   riset yang tujuannya untuk menunjukkan kerentanan pulau kecil bila dipaksa menjadi area pertambangan.  “Biar ada landasan ilmiahnya, kita harus siapkan itu,” ungkap Manche.

Selama lebih dari 10 tahun bekerja untuk  isu lingkungan dan masyarakat, Manche mengaku kerap mendapat ancaman kriminalisasi, intimidasi, dan upaya penyuapan. Namun bagi Manche, ini adalah pilihan  hidup, dia mengaku cukup menjalaninya saja.

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print