Niat baik pemerintah untuk menyediakan energi baru dan terbarukan harus tetap dipantau agar tidak menimbulkan kerusakan hutan dan lingkungan yang baru. Yuyun Indradi, anggota Kaoem Telapak, punya pengalaman memantau isu ini.
Yuyun Indradi, atau biasa disapa Yuyun, lahir di kota Solo. Dia menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Awal mula perjumpaannya dengan Kaoem Telapak terjadi di tahun 2003. Saat itu Kaoem Telapak masih bernama Telapak. Di saat itu pula, dia terlibat satu kerja dengan Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) untuk melakukan pendokumentasian pengelolaan hutan adat di lima wilayah.
Ternyata, salah satu pengurus AMAN juga merupakan pengurus Kaoem Telapak. Setelah sering berdiskusi, dia merasa punya kesamaan visi misi dan nilai-nilai dengan Kaoem Telapak. Yuyun pun bergabung dengan Kaoem Telapak di tahun 2006.
Di tahun 2017, Yuyun mulai memantau isu energi yang dalam perkembangannya punya keterkaitan pula dengan isu tata kelola hutan. Saat ini, pemerintah sedang gencar mencari energi baru dan terbarukan, salah satunya dengan menyediakan biomassa sebagai bahan campuran dalam proses pembakaran batu bara di PLTU. Pembakaran yang dicampur ini dikenal sebagai co-firing.
Untuk menyediakan biomassa ini, pemerintah mengenalkan program Hutan Tanaman Energi (HTE). “Hampir sama dengan Hutan Tanaman Industri, cuma beda di tujuannya. Kalau hutan tanaman industri itu tujuannya menghasilkan produk, hutan tanaman energi tujuannya untuk menghasilkan energi,” kata Yuyun. Dia pun menambahkan, jika HTE ini marak yang terjadi adalah deforestasi baru dan alih fungsi lahan.
Di pertengahan tahun 2022, Yuyun bersama para rekannya di Tren Asia, meluncurkan laporan yang menyoroti proyek inisiasi PLN yang ingin menerapkan co-firing di 52 PLTU. “Untuk memenuhi kebutuhan 52 PLTU, perlu ada 10 juta ton pelet kayu, bila mengikuti rumus dari KLHK, untuk mendapatkan 10 juta ton tersebut, perlu lahan seluas dua juta hektar,” kata Yuyun.
Kemudian, Yuyun menjelaskan dalam skema HTE akan dipilih satu spesies tanaman yang memenuhi beberapa kriteria, dari mulai kecepatan pertumbuhan, kalori kayu, serta produktivitas per hektar. Dia pun mengingatkan ketika monokultur hutan terjadi, maka biodiversitas akan hilang. Belum lagi kemungkinan akan adanya konflik tenurial dengan Masyarakat Adat dan komunitas lokal. “HTE akan jadi solusi palsu, sebab dapat memberikan dampak yang lebih merusak, ada emisi lain yang meningkat,” ujarnya.
Untuk melawan solusi palsu tersebut, Yuyun dan para koleganya melakukan edukasi publik baik itu kepada masyarakat maupun juru media. Menurutnya respon yang didapat cukup beragam, ada yang baru tahu, ada pula yang sangsi. “Pro-kontra itu biasa,” katanya.
Penjenamaan atau branding dari co-firing biomassa sebagai energi terbarukan , ternyata menjadi tantangan tersendiri. Yuyun harus membongkar persepsi tersebut dengan fakta dan perhitungan yang ilmiah.
Oleh sebab itu, Yuyun menaruh harapan pada masyarakat dalam merespon informasi. “Saya berharap masyarakat semakin kritis, semakin pintar, tidak menelan mentah-mentah segala informasi tentang biomassa yang renewable energy padahal itu semua solusi palsu atas situasi krisis iklim saat ini, yang kemudian hanya memberi keuntungan pada segelintir orang,” katanya.
adalah Organisasi Non-Pemerintah (NGO) yang berperan aktif dalam dalam pemantauan, pendampingan, dan mendorong perbaikan kebijakan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Alamat. Jalan Sempur No.5 RT.01 RW.01 Kelurahan Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor Bogor, Jawa Barat. 16129, Indonesia
Telp. (+62) 251-8576-443 | Email. kaoem@kaoemtelapak.org
Kecuali dinyatakan lain, seluruh konten di situs ini dilindungi di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International license. Ikon oleh The Noun Project.
Kecuali dinyatakan lain, seluruh konten di situs ini dilindungi di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International license. Ikon oleh The Noun Project.