Donasi

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

berjuang untuk keadilan ekologi

Pendekatan Budaya dalam Advokasi Hak Masyarakat Adat di Nusa Tenggara Barat

Ada berbagai cara mengadvokasi hak Masyarakat Adat. Raden Mohamad Rais, anggota Kaoem Telapak asal Lombok, memilih melakukan pendekatan kultural.


Raden Mohamad Rais, lahir di Dusun Mambalan Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sejak lama dia memang aktif dalam gerakan Masyarakat Adat. Komunitas Masyarakat Adat Mambalan, tempat dia berkarya, merupakan anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Dari sinilah, dia berjumpa dengan Kaoem Telapak di akhir dekade 90-an. Saat itu Kaoem Telapak masih bernama Telapak.

Rais berdiskusi dengan banyak anggota Kaoem Telapak sebelumnya. Jalinan pertemanan pun terbangun. Melihat anggota Kaoem yang punya latar belakang yang beragam, ditambah pula Masyarakat Adat merupakan konstituen utama dari perkumpulan ini, Rais pun semangat untuk bergabung. “Jadi kalau AMAN bergerak di level komunitas, kalau Kaoem untuk berjejaring,” ungkapnya.

Sebagai aktivis, Rais menyadari ada beberapa persoalan yang tengah di hadapi di oleh Masyarakat Adat di Lombok. Rais menyebut bahwa di Lombok banyak sekali wilayah Adat yang dialihfungsikan sebagai perumahan. “Yang kami lakukan adalah pendataan komunitas dan pemetaan wilayah,” kata Rais.

Pendataan komunitas ini untuk mengumpulkan informasi terkait komunitas Masyarakat Adat yang ada di wilayahnya, mendokumentasi tapal batas wilayah. Bila sudah selesai, lanjut ke pemetaan. “Saat ini kami sedang melakukan pemetaan di Desa Mondok,” ujar Rais.

Menurut penuturan Rais, Desa Mondok adalah desa yang langganan longsor dan banjir tiap tahun. Oleh sebab itu, Rais dan koleganya di PD AMAN NTB melakukan rehabilitasi lahan dengan cara penanaman pohon. “Sebagian wilayah sudah berjalan, namun masih ada yang tidak kebagian, karena sumber daya terbatas,” Rais menambahkan.

Raden, Mohamad Rais, Member of Kaoem Telapak from Lombok

Dalam menjalankan program pendataan dan pemetaan wilayah Masyarakat Adat. Rais mengaku ada beberapa tantangan. Rais menyayangkan Pemerintah Daerah dan Kecamatan yang merespon persoalan ini secara normatif. Di tambah lagi, banyak Kepala Desa yang tidak paham apa itu Komunitas Masyarakat Adat.

Selain itu, Komunitas Masyarakat Adat yang tersebar di banyak wilayah administrasi, membuat konsolidasi gerakan cukup sulit. “Ada satu komunitas Masyarakat Adat yang tersebar di delapan desa, sehingga saat mau menyatukan persepsi, harus pula menyatukan persepsi delapan Kepala Desa, itulah tantangannya,” kata Rais.

Belum lagi stigma terhadap Masyarakat Adat yang masih terus melekat. “Masyarakat Adat dianggap sebagai penghalang pembangunan,” kata Rais. Stigma ini membuat suara Masyarakat Adat nyaris tidak terdengar.

Untuk menjawab tantangan itu, Rais mengadvokasi hak Masyarakat Adat menggunakan pendekatan kultural atau budaya. Rais menciptakan ruang-ruang diskusi informal, contohnya bertemu di kebun, bahasa yang digunakan pun tidak konfrontatif. Dia pun kerap mengingatkan para pejabat lokal untuk tidak lupa dengan asal usul jati diri sebagai orang Sasak. “Dengan melakukan pendekatan budaya, pemerintah mulai membuka diri sedikit,” ungkap Rais.

Rais mengaku Kaoem Telapak memberikan pengaruh pada pola gerakan aktivismenya. Dari jaringan Kaoem Telapak yang beragam, Rais jadi belajar dari pengalaman anggota lain yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. “Pengaruhnya sangat luas, diskusi yang ada jadi pemantik di gerakan, sungguh membangun pikiran dan sangat membekas,” Rais menjabarkan.

Setelah itu, Rais mengungkapkan bahwa ada persoalan yang mengganjal Masyarakat Adat di Lombok. Persoalan itu adalah belum adanya Peraturan Daerah yang mengakui eksistensi Masyarakat Adat di sana. “Harapan saya Kaoem bisa bantu mendorong lahirnya Perda pengakuan Masyarakat Adat,” ujarnya.

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print