Donasi

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

berjuang untuk keadilan ekologi

Menjaga Alam dan Hidupan Liar Melalui Pemberdayaan Masyarakat

Dukungan Masyarakat adalah kunci kesuksesan konservasi alam dan hidupan liar. Begitu kata Muhamad Muslich, anggota Kaoem Telapak, yang bertahun-tahun bekerja pada isu konservasi.

Muhamad Muslich lahir di kota Tegal. Memiliki latar belakang pendidikan pada konservasi sumberdaya hutan IPB dan Biologi Konservasi pada Universitas Indonesia. Sejak kuliah, Muslich, begitu dia biasa disapa, sudah aktif dalam kegiatan kepencinta-alaman tingkat universitas, Lawalata-IPB. Beberapa ekspedisi yang dijalankan bersama rekan-rekannya sewaktu mahasiswa diantaranya studi lapangan di Taman Nasiona Komodo, Taman Nasional Batang Gadis, dan Taman Nasional Gunung Ciremai.

Tahun 2010, dia pertama kali kenal Kaoem Telapak yang saat itu masih bernama Telapak. Bagi Muslich, Kaoem Telapak bukan sekedar organisasi, tapi seperti sekolahan. “Orang-orang di dalamnya sangat menginspirasi dari berbagi latar belakang, dan jadi tempat belajar,” ungkap Muslich.

Pertemuannya pun unik. Muslich cerita kalau dia mengenal Kaoem Telapak pertama kali di bantaran sungai Ciliwung. Saat itu, Kaoem Telapak sedang menjalankan program pelibatan masyarakat untuk menjaga sumber daya air.

Dari sana, Muslich mendapat pendidikan keorganisasian. Dia mendapat mentoring mengenai area profesional mana yang ingin dia kembangkan. Dia juga didorong untuk meningkatkan kemampuannya memfasilitasi masyarakat desa. Sampai akhirnya, Muslich pun dilantik menjadi anggota. “Saya menginap di masyarakat dan berkunjung secara berkala di suatu kampung di tepi Taman Nasional Gunung Halamun Salak,” kenang Muslich saat awal pendidikan. Baginya, ia perlu mengkombinasikan antara latar belakang konservasi dipadukan dengan aspek sosial.
Setelah menjadi anggota, Muslich mengaku senang, Kaoem Telapak memberikan keleluasaan kepada para anggotanya untuk menggeluti isu yang menarik minat mereka selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai organisasi.

Muslich pun memilih aktif di isu konservasi satwa liar dengan bergabung di BirdLife Indonesia, dan sejak 2015 hingga saat ini bekerja di Wildlife Conservation Society (WCS). Kini dia sudah lebih dari tujuh tahun memantau isu konflik manusia dan satwa liar. “Salah satu yang menjadi target dan peran saya adalah bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam konservasi satwa dan alam,” kata Muslich.

Muhamad Muslich, Anggota Kaoem Telapak

Muslich menyadari bahwa peran masyarakat lokal di wilayah konservasi itu penting. Oleh sebab itu, Muslich berupaya untuk memperkuat substansi dalam bekerja dengan masyarakat lokal agar alam tetap lestari, hidupan liar tetap terjaga, dan masyarakat berpartisipasi aktif.

Salah satu tantangan dalam konservasi alam adalah perubahan tata guna lahan. Perubahan pada tata guna lahan yang tak terkendali, lanjut Muslich, membuat habitat satwa liar terganggu, rusak, bahkan hilang. Dampaknya adalah timbul konflik antara manusia dan satwa liar. Bila ada yang bertanya, mana yang lebih penting antara manusia dan satwa liar, Muslich akan tegas menjawab bahwa dua-duanya penting.

Untuk meminimalkan konflik antara satwa liar dengan manusia, Muslich berpendapat, yang perlu diperkuat adalah pemahaman dan kemandirian masyarakatnya. Kesadaran akan risiko hidup di pinggir hutan perlu ditingkatkan dalam masyarakat. Sebagaimana bila masyarakat memilih tinggal di pinggir laut, kemungkinan risikonya adalah terkena abrasi ataupun gelombang air laut. “Kesadaran-kesadaran seperti itu perlu dibarengi dengan bagaimana hidup harmonis di tepi hutan, jadi bila ada harimau atau gajah, masyarakat mampu menghalau atau menghindari dampak yang lebih buruk,” ungkap Muslich.

Konflik antara satwa liar dan manusia bilsa tidak ditangani dengan tepat akan merugikan kedua belah pihak, termasuk manusia itu sendiri. “Kerugian dari pihak manusia, termasuk kehilangan nyawa dan sumber penghidupan dalma hal ini ternak dan pertanian, juga berpotensi meningkat. Partisipasi dan pemberdayaan jadi kunci,”lanjut Muslich.

Muslich terus menerapkan inspirasi yang dia dapat dari Kaoem Telapak. Dalam program konservasi, dia coba menerapkan inspirasi itu dengan memastikan proses partisipasi dan pemberdayaan masyarakat lokal dapat berjalan kuat. “Jadi bukan konservasi konvensional, yang hanya bilang ke masyarakat, spesies ini perlu dilestarikan, namun proses-proses seperti itu (parsitipatif – red) harus diperkuat lagi hubungannya, komunikasinya, sehingga konservasi itu jadi kebutuhan dan milik mereka (masyarakat lokal – red),” kata Muslich.

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print