Donasi

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

berjuang untuk keadilan ekologi

Dampingi Kelompok Tani Hingga Juara

Kelompok tani dampingan Agus Sumantri, anggota Kaoem Telapak, memenangkan lomba produk Usaha Kecil dan Menengah tingkat Kabupaten Lampung Tengah pada Selasa 20 September 2022.

Kompetisi yang diselenggara oleh Pemerintah Daerah setempat ini menantang peserta untuk memamerkan produk unggulan mereka dari hulu hingga hilir. Dari produk hutan, kelompok Agus memamerkan kopi. Di kelompok holtikultura, mereka memamerkan aren. Untuk kategori herbal, ada jamu berbahan jahe. Untuk camilan, kelompok agus sumantri membawa  rempeyek dan keripik pisang. “Sayangnya tidak bawa keripik gedebok pisang, kalau bawa mungkin kami juara satu,” kata Agus sambil tertawa.

Kerja pendampingan Agus telah berjalan selama 15 tahun. Agus aktif di Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA)  sebagai Ketua di Kecamatan Pabian, Lampung Tengah. KTNA adalah organisasi independen di Indonesia yang punya orientasi sosial  di sektor agrikultur, berbasiskan agribisnis dan lingkungan hidup di pedesaan. KTNA memiliki banyak level. Ada di level nasional, provinsi, kota, kabupaten, hingga kecamatan.

Aktivitas yang intens dengan KTNA membuat  Agus memiliki ide untuk mengolah hasil hutan bukan kayu. Banyak rekan aktivisnya di KTNA yang bilang kalau Agus dari Lampung Tengah bagian Barat, pasti paham soal kehutanan. “Emang basic-nya kehutanan sih, makanya urusan kehutanan, tanaman hutan, saya yang kelola,” ungkap Agus.  Dia pun mulai berpikir bagaimana membawa komoditas tersebut ke kancah umum, tempat penting, atau kegiatan pameran.

Agus Sumantri, member of Kaoem Telapak from Lampung

Tahun 2019, Produk pertama yang dibawa Agus adalah Madu dan Kopi Pinang di kegiatan Festival Kalianda, Lampung Selatan. Sebuah acara tur sepeda yang  berhasil menarik ratusan penggemar sepeda untuk menjadi peserta. Dari sanalah pintu promosi Agus mulai terbuka. “Dari situlah meluas, barang harus stok terus,” katanya.

Ada tiga produk yang terus dikembangkan oleh Agus. Produk itu adalah kopi pinang, gula semut, dan gula aren. Untuk kopi pinang sudah memiliki penggemarnya sendiri. Bahkan, kopi pinang telah menjadi simbol kebanggaan Kampung Pekandangan, tempat Agus tinggal di Lampung Tengah.

Agus mengaku mengembangkan Kopi Pinang tidak mudah. Ada banyak tantangan yang harus dihadapi agus. Salah satunya adalah perihal perizinan.  Untuk urus izin Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT), Agus harus menyiapkan diri selama dua tahun, itu pun gagal. Namun dia tidak patah arang. Agus mencoba kembali dan di 2022 ini dia pun mendapatkannya. “Prosesnya panjang banget,” ujarnya.

Selama belum mendapatkan izin, Agus bekerja sama dengan perusahaan. Agus menjual kopi pinangnya ke pabrik tanpa merek. Perusahaan kerap membeli kopi dari Agus setelah mengetahui dari hasil laboratorium bahwa kopi dari Kampung Pekandangan yang paling bagus. Namum dampak jangka panjangnya adalah merek kopi pinang milik Agus jadi tidak dikenal oleh khalayak luas.

Penjenamaan atau branding produknya menjadi tidak kuat.  Meskipun, perusahaan itu mengakui bahwa produk itu berasal dari kelompok petani asal Kampung Pekandangan.

Sekarang, Agus berharap bisa memperluas jaring pemasaran kopi pinangnya melalui minimarket. Namun ada tantangan lagi yang harus dia hadapi, yaitu, persoalan kemasan. Untuk masuk ke jejaring pasar minimarket, selain sejarah dan ketelusuran produk  itu jelas, kemasan produk pun menjadi perhatian. “Standar kemasan itu alumunium foil, produk kami sudah pakai itu, namun logo produk harus dicetak bukan ditempel,” katanya.

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print