Donasi

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

BERJUANG UNTUK KEADILAN EKOLOGI

berjuang untuk keadilan ekologi

Advokasi Akses Sanitasi Layak Untuk Warga Provinsi Lampung

Di tahun 2016, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut 58,58% rumah tanga di Provinsi Lampung yang memiliki akses sanitasi yang layak. Hal ini membuat Lampung menjadi provinsi dengan sanitasi terburuk nomor delapan di Indonesia. Situasi kelam tersebut mendorong Febrilia Ekawati, anggota Kaoem Telapak asal Lampung, berkampanye dan mengadvokasi pentingnya sanitasi layak di provinsi tersebut.

Pertemuan pertama kali Febrilia dengan Kaoem Telapak terjadi di satu kegiatan diskusi pada tahun 2009. Saat itu, Kaoem Telapak masih bernama Telapak dan dia masih aktif di Serikat Tani Indonesia sebagai penyuluh pertanian. Dalam diskusi itu, persoalan yang sedang dibahas adalah persoalan lingkungan di Provinsi Lampung.

Setelah pertemuan itu, Febri aktif datang di kegiatan diskusi yang diselenggarakan Kaoem Telapak di Lampung. Lalu, tahun 2010, dia memilih menjadi anggota kader dan ikut pendidikan dasar-dasar Gerakan Telapak. Selesai masa pendidikan, Febri pun dilantik menjadi anggota pada tahun 2011.

Tahun 2012, Kaoem Telapak memiliki program unggulan bernama Air Telapak. Program ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air mereka. Febri pun ikut terlibat dalam diskusi-diskusi mengenai tata kelola sumber daya air yang diadakan oleh Kaoem Telapak ini. Dari sini, Febri mengaku pengetahuan akan pengelolaan sumber daya air bertambah, “Saya belajar banyak IWRM, Integrated Water Resource Management, di sana (Kaoem Telapak – red),” ungkap Febri.

Di awal kerja advokasi akses sanitasi layak, Febri mengaku pemerintah bersikap resisten. Mereka mempertanyakan pentingnya sanitasi layak. Febri pun menjelaskan bahwa efek sanitasi buruk berdampak pada rentannya warga terkena penyakit, yang berlanjut pada produktivitas menurun, hingga ujungnnya pendapatan juga menurut. Febri pun menjabarkan hasil-hasil riset sebagai bahan advokasinya, “World Bank menyebut angka 56 triliun rupiah kerugian akibat sanitasi yang buruk,” kata Febri.

Febrilia Ekawati, anggota Kaoem Telapak asal Lampung

Agar masyarakat bisa mengakses sanitasi layak, Febri mengadvokasi tiga hal yaitu; kebijakan, kelembagaan, dan anggaran. Advokasi kebijakan berkaitan dengan akselerasi akses menggunakan peraturan yang ada atau memperjuangkan aturan yang mesti ada. Advokasi kelembagaan berkaitan dengan upaya membentuk tim yang memiliki kemampuan untuk melakukan percepatan akses. Sementara itu, advokasi anggaran mencakup upaya pengalokasian dana yang salah satunya adalah dana infrastruktur atau subsidi sebagai suatu stimulasi.

“Contoh suksesnya adalah pengalokasian dana desa untuk meningkatkan sanitasi layak di desa,” kata Febri.

Cerita sukses tersebut tidak tanpa tantangan. Febri menuturkan ada banyak tantangan yang dia hadapi dalam mengadvokasi sanitasi layak. Proses yang panjang dan perlu untuk terus diingatkan menjadi tantangan tersendiri. Daya dukung pun tidak seimbang. “Kita harus terus meyakinkan sanitasi yang buruk harus diubah,” ungkap Febri.

Bertahun-tahun mengkampanyekan hak akses sanitasi layak, hasil yang diharapkan mulai terlihat. Tahun 2017, Kabupaten Way Kanan di Lampung Febri pantik untuk menuju sanitasi layak. Lalu, tahun berikutnya, 2018, Febri bergerak ke Kabupaten Pringsewu. Hasilnya, saat ini sudah dinyatakan Open Defecation Free (ODF), artinya masyarakat sudah tidak buang air sembarangan dan infrastruktur sanitasi sudah cukup baik. Tahun-tahun berikut, Febri kembali memantik kabupaten lainnya di Propinsi Lampung, yakni di Kota Metro dan Kabupaten Lampung Tengah. Dua daerah tersebut pun kini berstatus ODF. “Sekarang sudah ada tujuh kabupaten yang statusnya ODF,” kata Febri.

Data BPS tahun 2022 menyebut 83,65% rumah tangga di Provinsi Lampung memiliki akses sanitasi layak.

Perubahan yang signifikan di Propinsi Lampung tersebut tidak membuat Febri berhenti mengkampanyekan akses santitasi layak. Dia mengaku tetap melakukan pengarusutamaan isu melalui berjejaring dengan media. “Sampai sekarang pun masih, tidak berhenti (kampanye – red), menggunakan peran media kami berjejaring dan rutin membuat pemberitaan per tiga bulan sekali,” ujar Febri.

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print